Liputan24.Net – Sebanyak lima ratus jukung (perahu tradisional) memadati Sungai Martapura dalam pelaksanaan Festival Pasar Terapung Lok Baintan 2025 di Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Minggu (9/11/2025) pagi.

Festival tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Banjar melalui Dinas Kebudayaan Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata (Disbudporapar) ini dibuka secara simbolis dengan pemutaran tanggui (topi tradisional) dan pelepasan kembang api asap.

Pembukaan resmi dilakukan oleh Penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Banjar, H Ikhwansyah, yang mewakili Bupati Banjar H Saidi Mansyur.

Di hadapan para pedagang, Ikhwansyah menyampaikan bahwa festival ini adalah bentuk pelestarian budaya dan tradisi masyarakat Banjar yang telah diwariskan turun-temurun. Ia menyebut Pasar Terapung Lok Baintan sebagai ikon pariwisata unggulan yang merepresentasikan kehidupan masyarakat sungai dan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal.

“Kita patut berbangga karena Pasar Terapung Lok Baintan telah menjadi bagian dari kawasan Geopark Meratus, destinasi berkelas dunia berbasis alam dan budaya. Selain itu, pada 2015 pasar terapung ini juga ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,” ujar Ikhwansyah.

Pengakuan tersebut, lanjutnya, menegaskan bahwa tradisi jual beli di atas perahu bukan hanya milik masyarakat Banjar, tetapi juga warisan bangsa yang harus dijaga.

Ikhwansyah berharap festival ini dapat meningkatkan promosi pariwisata Kabupaten Banjar di tingkat nasional dan internasional, serta memberikan dampak ekonomi positif bagi pelaku UMKM dan perajin lokal.

Kepala Disbudporapar Banjar, H Irwan Jaya, melaporkan bahwa antusiasme masyarakat setiap tahun menunjukkan bahwa pasar terapung memiliki nilai historis dan daya tarik wisata yang kuat.

Ia merinci, sejumlah kegiatan telah digelar untuk memeriahkan acara, seperti lomba formasi jukung Banjar, balap jukung baanam, balap jukung acil Lok Baintan, kuliner terapung, hingga pentas seni dan budaya di panggung terapung.

“Selama dua hari pelaksanaan, jumlah pengunjung meningkat menjadi tiga hingga lima ribu orang berdasarkan sirkulasi perahu yang datang,” jelas Irwan Jaya.

Ia menegaskan, pasar terapung bukan sekadar atraksi wisata, tetapi ekosistem ekonomi budaya yang harus terus dilestarikan. Pelestarian ini dilakukan salah satunya dengan menjaga sistem transaksi manual atau barter sebagai ciri khas budaya sungai.

Acara yang cukup menarik perhatian itu diwarnai oleh para pedagang yang didominasi ibu-ibu. Mereka menggunakan busana sasirangan sambil menjajakan hasil kebun, sayur-mayur, buah-buahan, kue tradisional, hingga produk kerajinan.

Festival ditutup dengan sesi pembagian doorprize kepada pedagang yang dipandu oleh Pj Sekda dan pejabat lainnya.