Liputan24.Net – Muhammad Ridwan, warga Desa Tungkaran, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, melaporkan SW ke pihak kepolisian atas dugaan penyerobotan tanah milik ayahnya, H Muhammad Amin, yang bersertifikat hak milik nomor 1075.

Kuasa hukum Muhammad Ridwan, Darma Raudin Noor SH, menjelaskan bahwa dugaan penyerobotan oleh SW terjadi sejak April 2024 dan sudah berulang hingga tiga kali. Buntutnya, Ridwan sempat melakukan pemukulan kepada SW.

“Pertama, pada April 2024, SW melakukan penggusuran tanah. Kedua, pada Mei 2024, pihak SW kembali melakukan pengukuran secara sepihak. Terakhir, pada 21 April 2025, tanpa izin pemilik, SW kembali mematok dan mengukur tanah tersebut. Tindakan klien kami (Muhammad Ridwan) kepada SW bermula dari kejadian terakhir ini,” ungkap Darma Raudin, Rabu (30/4/2025).

Atas permasalahan ini, Darma Raudin menyatakan pihaknya telah melaporkan SW atas dugaan penyerobotan dan perluasan patok ke Polres Banjar pada 23 April 2025.

“Tanggal 30 April 2025, penyidik Polres Banjar telah menerima laporan kami,” bebernya.

Ia berharap pihak kepolisian dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut karena tindakan SW dinilai telah meresahkan warga pemilik tanah di area tersebut.

“Tidak hanya klien kami yang melaporkan SW. Ibu Arpilah Wati juga telah menggugat SW pada tahun 2024 atas dugaan pemalsuan surat, dan ada laporan lain dari masyarakat,” tambahnya.

Menurut Darma Raudin, SW mengaku melakukan penggusuran dan pengukuran sepihak karena mengklaim memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) tahun 1983.

“Menurut dugaan kami, SKT yang dimiliki SW palsu, sesuai dengan laporan Ibu Arpilah Wati. SKT tersebut atas nama H. Muhammad Husin. Informasi yang kami dapat dari Kantor Pambakal, SKT tersebut juga diduga tidak sesuai prosedur tahun 1983 karena tidak tercatat dalam register buku kantor desa pada saat itu,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Darma Raudin mengungkapkan bahwa SKT yang diduga dimiliki SW sebelumnya diduga pernah diperjualbelikan oleh ahli waris H. Muhammad Husin yang bernama Ahmad Zazuly.

“Ahmad Zazuly saat itu bekerja sama dengan Camat melakukan pengaplingan tanah untuk dijual. Artinya, tanah tersebut sudah dijual dalam bentuk kapling dan banyak orang telah memiliki sertifikat di area tersebut,” jelasnya.

Pihaknya merasa bingung mengapa SKT tersebut masih ada dan terbit lagi di tangan pihak yang bukan ahli waris H. Muhammad Husin, padahal sudah pernah diperjualbelikan dan terdapat perjanjian di akta notaris.

Darma Raudin menekankan bahwa jika SW merasa memiliki hak atas tanah tersebut, seharusnya melaporkannya kepada aparat penegak hukum (APH) dan tidak melakukan intimidasi maupun penyerobotan sepihak.

“Jika SKT yang dimiliki SW benar, namun banyak kejanggalan seperti yang saya sampaikan. Kami berharap persoalan ini dapat segera diselesaikan,” pungkasnya.