Pengasuh Madrasah di Martapura Diduga Sodomi Santrinya, Kapolres: Satu Korban Melapor
Liputan24.Net – Seorang pengasuh madrasah atau pesantren di Martapura, Kabupaten Banjar, Kalsel, diduga melakukan asusila berupa sodomi terhadap santrinya.
Berdasarkan informasi di lapangan, terduga pelaku pimpinan tersebut berinisial MR sudah menyerahkan diri ke Polres Banjar pada Senin (13/1/2025) malam kemarin.
Status terduga pelaku masih sebagai saksi. Penyidik Polres Banjar tengah menyelidiki kasus ini. Kabarnya, jumlah korbannya banyak.
Kapolres Banjar AKBP M Ifan Hariyat saat dikonfirmasi menyampaikan, bahwa baru ada satu korban yang melapor.
“Satu korban sudah kami periksa. Kami juga masih melakukan pendalaman terhadap para saksi,” ujar Kapolres Banjar via telepon, Rabu (15/1/2025).
Kapolres menambahkan, pihaknya tidak ingin buru-buru menetapkan tersangka sampai kasus ini benar – benar terang benderang ada tindak pidananya.
Pantauan di lokasi, pesantren tersebut sudah sunyi dari segala aktivitas. Pintu-pintu terkunci. Tak ada terlihat penjaga seorang pun.
Menurut warga, Fendi, yang rumahnya selempar batu dari pesantren tersebut mengakui adanya isu tidak sedap terhadap MR, pimpinan pesantren itu.
“Sudah sejak Sabtu (11/1) tadi santrinya dibubarkan oleh pengawas. Ya gara-gara adanya isu itu. Awalnya saya tidak tahu isu itu, namun tiba-tiba bubar dan isunya menyebar,” ungkap pria paruh baya ini.
Menurutnya, pesantren itu cukup berkembang dengan santri dan santriwatinya berjumlah ratusan. Pesantren itu sudah dibangun sejak 2013 dan mulai berfungsi tahun 2015.
Ia mengatakan, sang pimpinan pesantren merupakan pendatang. Ia sendiri tidak akrab, lantaran jarang bersosialisasi dengan warga sekitar.
“Agak tertutup dengan tetangga. Pas ada kematian saja tidak ada turun hadir melayat,” tuturnya.
Di sisi lain, MR cukup dekat dengan ulama-ulama di Martapura. Tak jarang pada kegiatan-kegiatan keagamaan hadir di barisan depan sejajar dengan para ulama lainnya.
Salah satu santri di pesantren tersebut, AH (21), mengatakan para santri sudah bubar pulang ke rumah masing-masing pada Sabtu (11/1) lalu, menyusul adanya isu tersebut.
“Kami semua disuruh pulang, karena adanya isu itu,” ungkap AH yang kini sudah tidak mau lagi kembali ke pesantrennya itu.
Ia menjelaskan, kelakuan pimpinan pesantrennya itu sudah jadi bahan perbincangan di kalangannya sejak sebulan lalu.
“Yang jadi korban santri yang berasal dari daerah jauh,” ungkapnya berdasar cerita temannya yang jadi korban.
Ia menceritakan, terduga pelaku melakukan aksinya di dalam kamarnya. Modusnya, minta dipijit, lalu menawarkan ritual pembersihan nahas atau membuang sial. Setelah itu aksi tidak senonoh terjadi.
“Santri yang jadi korban dapat kenyamanan (privilege) di dalam pondok meskipun melanggar aturan. Banyak yang memilih berhenti sekolah juga setelah jadi korban,” tuturnya.
Atas dukungan kedua orangtuanya, AH kini memilih untuk pindah ke pondok pesantren lain.
Kepala Seksi Pendidikan Diniyah & Pondok Pesantren Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banjar, H Akmad Shaufie, turut menyayangkan adanya kabar tersebut.
Shaufie bilang bahwa pesantren tersebut sudah habis izin operasional sejak 2020 silam dan tidak ada lagi diperpanjang oleh pengurusnya.
Ia menjelaskan, meski diklaim sebagai pondok pesantren dan santrinya menginap di sana, namun tidak termasuk kategori ponpes, melainkan madrasah diniyah takmiliyah, yaitu sekolah tambahan sore.
“Kami kemarin sudah mendatangi ke sana, tapi tidak dapat informasi apa-apa karena sudah tutup, santrinya bubar. Sehingga kami tidak mendapat informasi yang detail,” tutur Shaufie.
Ia mengungkapkan, berdasarkan pengawasan pihaknya selama ini, pesantren tersebut tidak ditemukan mengajarkan hal-hal yang menyimpang.
“Kami sangat menyayangkan adanya kabar seperti ini. Biasanya kami dapat memberi sanksi mencabut izin operasionalnya, tapi karena izinnya sudah habis, jadi tidak ada lagi yang dicabut. Semoga hal seperti ini tidak ada lagi terjadi ke depannya di Kabupaten Banjar,” tutupnya.
Adapun Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Banjar, Nopi Mekarsari, menyampaikan pihaknya siap melakukan pendampingan terhadap korban anak.
“Kami siap jika diminta memberikan pelayanan pendampingan terhadap korban, baik dari segi hukum maupun psikologi,” kata Nopi.
Nopi bilang, saat ini pihaknya siap menerima surat permohonan, data, dan hasil pemeriksaan psikologis dari Polres Banjar untuk dilakukan pendampingan.
“Setelahnya kami akan jadwalkan pendampingan kepsikolog klinis. Kami akan melakukan pendekatan terhadap korban, terkait kemungkinan trauma mental dan psikis,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan